KARL MARX
POLITIK DAN PARA PENIPU AGAMA

“Para Filusuf hanyalah merenungi dunia, yang terpenting
adalah bagaimana merubahnya”
Bagi Marx filsafat yang dibasiskan kepada moralitas dan
agama tidak akan memiliki nilai nyata apabila ia tidak dapat diterapakan dalam
formasi kehidupan praksis. Untuk itulah ia menyusun sistem filsafat
materialisme-historisnya agar dapat diterapkan melalui revolusi dengan cara
mengubah peta politik yang amoral. Marx mengutuk balik Bhisop Klauss yang
dianggapanya sebagai filosof dan moralis palsu, baginya dengan diamnya kelompok
yang tercerahkan dan mengaku intelektual terhadap kesewenang-wenangan adalah
pengkhianatan terhadap agama. Dalam Die Heliege Familie (Keluarga Kudus) Marx
menunjukan argumentasi agama Kristen yang diplintir orang-orang seperti Klauss
untuk kepentingan politisnya. Untuk itu adalah keliru yang menyodongkan
ajarannya sebagai ajaran atheis, Marx sendiri seorang Kristen yang taat.
Menjadi pertanyaan penting dalam ranah sosiologis, apakah
agama dapat menjadi motivasi pergerakan sosial dan perubahan struktural.
Jawbannya tidak untuk agama yang difahami pada masa pertengahan atau
dipraktikan pada zaman revolusi industri di Eropa. Tapi Marx, tidak dapat pula
menggeneralisir setiap agama adalah candu, agama memiliki jiwa revolusionernya
di tangan orang-orang yang memahaminya sebagai basis nilai perbuatan, Islam
adalah salah satu di antaranya
Agama adalah acuan nilai tindakan manusia, setiap tindakan
yang melalui pemikiran akan bernilai baik kepada diri, alam, maupun
tanggungjawabnya secara transedental kepada dzat yang menciptakannya. Jika
agama adalah sumber pandangan etika, hukum, dan perbuatan, maka tidak ada
alasan bagi agama untuk melarang dan menjadi penghambat orang kepada kewajiban
untuk mempertahankan apa yang telah menjadi hak miliknya.
Ketika telah agama memiliki jiwa revolusioner di tangan
pengamalnya, maka agama adalah bagian dari nilai-nilai yang mengarahkan orang
untuk bersikap adil dalam menjalankan kehidupan. Termasuk diantaranya adalah
agama akan menjadi basis nilai-nilai politik. Untuk itulah mengapa agama
meniscayakan politik dalam implementasi hukumnya, nilai agama yang penuh cinta
dan kedamaian harus menggantikan politik kekerasan dan pembodohan.
Oleh karenanya adalah naif ketika para intelektual dan kaum
yang menyakini nilai kebenaran agama menganggap berpolitik hanyalah wilayah dan
urusan orang yang tidak bermoral. Disebabkan karena dipegang orang yang tidak
memiliki kualitas dan kredibilitas moral-intelektual itulah mengapa
kepemimpinan moral dan intelektual harus diambil dari tangan orang-orang yang
hanya membawa sistem untuk keuntungan personal dan praktik amoral serta kepentingan
material. Politik tidak boleh dikuasai oleh orang-orang feodal yang menjadikan
negara, kedudukan, dan alumnus sebagai tuhan, sehingga harus disembah.
Untuk itulah kepemimpinan moral dan intelektual harus
diambil alih oleh oarng-orang yang sudah semestinya. Menjadi tugas dari
orang-orang yang mempelajari ilmu dan menyadari kebesaran nilai agama untuk
tidak tinggal diam menyaksikan kerusakan sosial di tangan orang-orang tak
bermoral para penipu agama, sebagaimana thesis Plato bahwa politik hanyalah boleh
dipegang oleh para moralis dan intelektual saja. Untuk itulah mengapa ajaran
agama begitu indahnya menyatukan ajaran dunia dan akhirat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar