Sabtu, 19 Mei 2018

KARL MARX

POLITIK DAN PARA PENIPU AGAMA

 

       Barang siapa dikutuk Tuhan, Ia mengubahnya menjadi filsuf Bishop Klauss mengutip kata-kata tersebut, ketika Karl Marx , bapak Manifesto Ideologi Komunis itu mnyudutkannya di depan khalayak dengan argumentasi yang begitu indah. Bagi Marx agama kristen yang tidak memiliki jiwa revolusioner untuk membawa jamaahnya kepada kebebasan dan keadilan adalah candu. Ia menunjukan bagaimana kaum agamawan dan para moralitas mendukung dengan mengabaikan prosesi perbudakan atas nama negara dan agama. Disudutkan demikian Klauss melemparkan kutukan yang tidak ada dalam kitab suci. Lalu Marx membalasnya dengan thesisnya dalam Theses 11 on Feurbach :
“Para Filusuf hanyalah merenungi dunia, yang terpenting adalah bagaimana merubahnya”

Bagi Marx filsafat yang dibasiskan kepada moralitas dan agama tidak akan memiliki nilai nyata apabila ia tidak dapat diterapakan dalam formasi kehidupan praksis. Untuk itulah ia menyusun sistem filsafat materialisme-historisnya agar dapat diterapkan melalui revolusi dengan cara mengubah peta politik yang amoral. Marx mengutuk balik Bhisop Klauss yang dianggapanya sebagai filosof dan moralis palsu, baginya dengan diamnya kelompok yang tercerahkan dan mengaku intelektual terhadap kesewenang-wenangan adalah pengkhianatan terhadap agama. Dalam Die Heliege Familie (Keluarga Kudus) Marx menunjukan argumentasi agama Kristen yang diplintir orang-orang seperti Klauss untuk kepentingan politisnya. Untuk itu adalah keliru yang menyodongkan ajarannya sebagai ajaran atheis, Marx sendiri seorang Kristen yang taat.

Menjadi pertanyaan penting dalam ranah sosiologis, apakah agama dapat menjadi motivasi pergerakan sosial dan perubahan struktural. Jawbannya tidak untuk agama yang difahami pada masa pertengahan atau dipraktikan pada zaman revolusi industri di Eropa. Tapi Marx, tidak dapat pula menggeneralisir setiap agama adalah candu, agama memiliki jiwa revolusionernya di tangan orang-orang yang memahaminya sebagai basis nilai perbuatan, Islam adalah salah satu di antaranya

Agama adalah acuan nilai tindakan manusia, setiap tindakan yang melalui pemikiran akan bernilai baik kepada diri, alam, maupun tanggungjawabnya secara transedental kepada dzat yang menciptakannya. Jika agama adalah sumber pandangan etika, hukum, dan perbuatan, maka tidak ada alasan bagi agama untuk melarang dan menjadi penghambat orang kepada kewajiban untuk mempertahankan apa yang telah menjadi hak miliknya.

Ketika telah agama memiliki jiwa revolusioner di tangan pengamalnya, maka agama adalah bagian dari nilai-nilai yang mengarahkan orang untuk bersikap adil dalam menjalankan kehidupan. Termasuk diantaranya adalah agama akan menjadi basis nilai-nilai politik. Untuk itulah mengapa agama meniscayakan politik dalam implementasi hukumnya, nilai agama yang penuh cinta dan kedamaian harus menggantikan politik kekerasan dan pembodohan.
Oleh karenanya adalah naif ketika para intelektual dan kaum yang menyakini nilai kebenaran agama menganggap berpolitik hanyalah wilayah dan urusan orang yang tidak bermoral. Disebabkan karena dipegang orang yang tidak memiliki kualitas dan kredibilitas moral-intelektual itulah mengapa kepemimpinan moral dan intelektual harus diambil dari tangan orang-orang yang hanya membawa sistem untuk keuntungan personal dan praktik amoral serta kepentingan material. Politik tidak boleh dikuasai oleh orang-orang feodal yang menjadikan negara, kedudukan, dan alumnus sebagai tuhan, sehingga harus disembah.

Untuk itulah kepemimpinan moral dan intelektual harus diambil alih oleh oarng-orang yang sudah semestinya. Menjadi tugas dari orang-orang yang mempelajari ilmu dan menyadari kebesaran nilai agama untuk tidak tinggal diam menyaksikan kerusakan sosial di tangan orang-orang tak bermoral para penipu agama, sebagaimana thesis Plato bahwa politik hanyalah boleh dipegang oleh para moralis dan intelektual saja. Untuk itulah mengapa ajaran agama begitu indahnya menyatukan ajaran dunia dan akhirat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

DEKONSTRUKSI TEOLOGI KEAGAMAAN   Oleh Muzakkir Djabir Wacana akan perlunya dekonstruksi atas teologi yang mapan saat ini, d...